Selasa, 17 Maret 2020

Tentang Fajar dan Cakrawala #1

Aku masih mengingat dengan jelas sorot yang dihasilkan mata itu kala senja pamer dengan kuasanya di langit lepas. ⁣⁣
⁣⁣
Mata itu, bola matanya lebih lekat. Kuingat betul sorotannya begitu tajam dan mengintimidasi. Seperti sorot dari bola mata yang memicing membenci matahari. ⁣⁣
⁣⁣
“Kamu kenapa sih, tidak suka sama matahari waktu senja?” Tanyaku begitu ia mengeluh senja lama sekali berlangsung, ia sibuk bertanya-tanya mengapa sang surya tidak cepat tenggelam. ⁣⁣
⁣⁣
“Soalnya aku fajar, la. Kamu cakrawala. Jadi aku sukanya sunrise.” Begitu katanya. Aku tahu itu hanya gurauan konyol. ⁣⁣

⁣⁣“Apa sih? Masa cuma karena namamu fajar jadi kamu cuma suka waktu fajar?” Tanyaku. Aku sedikit bingung, apapun yang aku sukai, ia tak pernah menyukainya kembali. ⁣⁣
⁣⁣
Aku suka senja, dia sukanya fajar.⁣
Aku suka siang, ia malah jatuh cinta dengan malam.⁣
Pokoknya, apapun yang aku suka, dia tidak suka.⁣
⁣⁣
“Suka-suka aku, dong.” Jawabnya begitu yang membuatku sedikit sebal. Aku diam. Melanjutkannya hanya membuatku sebal. ⁣⁣
⁣⁣
“La, dengar ya.” Yang dipanggilnya dengan sebutan la, alias cakrawala, alias aku menoleh menatap wajahnya. ⁣⁣
⁣⁣
“Aku fajar. Kamu cakrawala. Aku suka matahari terbit, kamu suka matahari tenggelam. Aku cuma mau membedakan sesuatu dari kamu. Aku cuma mau, yang suka matahari tenggelam cuma kamu. Jadi nanti aku ingat kamu terus sebagai si penyuka sunset. Aku pun bermaksud begitu. Aku tidak suka senja, tapi aku suka fajar. Selain karena namaku memang fajar, aku ingin kamu mengingatku waktu fajar berlangsung. Hanya aku. Ngerti gak sih, la?” Jelasnya panjang lebar.⁣

⁣Aku tersenyum puas. 30% karena aku tahu jawabannya, 70% nya lagi karena aku senang. Tentu, karena fajar selalu bisa membuat berbeda hal sederhana yang membekas jauh dalam pikiran dan perasaan. Coba saja, bayangkan kamu digituin, pasti kamu senang kan?⁣

“Puas kamu, la?” Tanyanya begitu melihatku cengar-cengir. ⁣⁣
⁣⁣
“Iya, hehe.”⁣⁣
⁣⁣
Mungkin dulu aku sibuk bertanya-tanya mengapa seolah bola matanya mengintimidasi senja yang rata-rata ditunggu semua orang. Aku bertanya-tanya mengapa ia justru mengeluh akan kuasa swastamita yang selalu berlabuh di bagian barat bumi di sore hari.
⁣⁣
Tapi sekarang aku tahu, alasannya begitu hanya karena ia ingin aku mengingatnya sebagai fajar, pemilik mata yang memicing membenci matahari saat senja tiba. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sektet; Harapan

Dari sajak yang telah terlukis Kusisipkan setumpuk arti yang berlapis Pada jantung yang mendegup lasak Selarik cita telah terbawa oleh ha...